MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Makalah Dalam Team Tour Guide Pondok Modern Darussalam
Gontor Tahun 2015
Disusun
oleh:
Aulia Rachman
Jurusan
Ekonomi Dan Perbankan Islam, Fakultas Agama Islam
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun
Ajaran 2015/2016
MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA
A. Sejarah Singkat
Benteng
pertama kali dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas
permintaan Belanda yang pada masa itu Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa
dipimpin oleh Nicolaas Harting. Adapun maksud bangunan benteng dibangun dengan
dalih untuk menjaga keamanan Keraton dan sekitarnya, akan tetapi di balik itu
maksud Belanda yang sesungguhnya adalah memudahkan dan mengontrol segala
perkembangan yang terjadi di dalam Keraton. Benteng pertama kali dibangun
keadaanya masih sangat sederhana, temboknya hanya dari tanah yang diperkuat
dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren, dan bangunan di
dalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap hanya ilalang, dibangun dengan
bentuk bujursangkar, yang di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang
disebut seleka atau bastion. Oleh Sultan keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisessa (sudut barat laut). Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat
daya), dan Jaya Prayitna (sudut
tenggara).
Kemudian
pada masa selanjutnya, Gubernur Belanda yang dipimpin oleh W.H Van Ossenberg
mengusulkan agar benteng dibangun lebih permanen agar lebih menjamin keamanan.
Kemudian tahun 1767, pembangunan benteng mulai dilaksanakan di bawah pengawasan
seorang ahli ilmu bangunan dari Belanda yang bernama Ir. Frans Haak dan
pembangunan baru selesai tahun 1787, hal ini dikarenakan Sultan HB I sedang
disibukkan dengan pembangunan Keraton. Setelah pembangunan benteng selesai
kemudian diberi nama “Rustenburg” yang berarti benteng peristirahatan. Pada tahun
1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga mengakibatkan
rusaknya sebagian bangunan benteng. Setelah diadakan perbaikan, nama benteng
dirubah menjadi “Vredeburg” (benteng perdamaian). Hal ini sebagai manifestasi
hubungan antara Belanda dan Keraton yang tidak saling menyerang.
B. Sejarah Historis Status Kepemilikan Dan Fungsi
Benteng
1. Tahun
1760-1765, pada awal pembangunannya status tanah tetap milik Kraton, tetapi
penggunaannya di bawah pengawasan Nicholas Harting, Gubernur dari Direktur
Pantai Utara Jawa.
2. Tahun
1765-1788, status tanah secara formal tetap milik Keraton, tetapi penguasaan
benteng dan tanahnya dipeang oleh Belanda di bawah Gubernur W.H Ossenberg.
3. Tahun
1788-1789, status tanah milik tetap Keraton, kemudian pada masa ini benteng
digunakan secara sempurna oleh VOC.
4. Tahun
1799-1807, status tanah secara formal tetap milik Keraton, dan penggunaan
benteng secara de facto menjadi milik
pemerintah Belanda di bawah Gubernuh Van De Burg.
5. Tahun
1811-1816, secara formal tanah tetap milik Keraton, kemudian secara de facto benteng menjadi milik Belanda
di bawah pengawasan Gubernur Daendels.
6. Tahun
1816-1942, secara yuridis benteng tetap milik keraton, kemudian secara de facto dikuasai oleh Iggris di bawah
Pengawasan Gubernur Jenderal Rafles.
7. Tahun
1816-1942, status tanah tetap milik Keraton dan secara de facto dipegang oleh Jepang dan benteng kemudian dikuasai
sepenuhnya oleh Jepang, yang ditandai dengan perjanjian Kaljati di Jawa Barat,
Maret 1942.
8. Tahun
1942-1945, status tanah tetap milik Keraton, tetapi secara de facto dipegang oleh Jepang sebagai markas tentara kempeitei, gudang mesiu, dan rumah
tahanan bagi orang Belanda da Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang
menentang Jepang.
9. Tahun
1945-1977, status tanah tetap milik Keraton, setelah adanya Proklamasi
Kemerdekaan I tahun 1945, benteng diambil alih oleh instansi Militer RI. Tahun
1948 sempat diambil alih sementara oleh Belanda pada waktu agresi Belanda ke II
dan kemudian setelah adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, benteng di bawah
pengelolaan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).
10. Tahun
1977-1992, dalam periode ini status pengelolaan Benteng diserahkan dari pihak
Hankam kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta dn tanggal 9 Agustus 1980 diadakan
perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg antara Sri
Sultan HB IX dengan Mendikbud DR. Daud Jusuf. Dan hal ini dikuatkan dengan
pernyataan Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984 bahwa bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai
museum. Kemudian tahun 1985 Sri Sultan mengijinkan diadakannya perubahan
bangunan sesuai dengan kebutuhannya untuk sebuah museum dan tahun 1987, museum
benteng baru dibuka untuk umum. Mengenai status tanah pada periode ini tetap
milik Kraton atau Kesultanan Yogyakarta.
11. Tahun
1992 sampai sekarang, berdasarkan SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No.
0475/0/1992 tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi
Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
yang menempati tanah seluas 46.574 m2. Kemudian tanggal 5 September 1997 dalam
rangka peningkatan fungsionalisasi museum. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mendpat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT.
001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.
C. Koleksi Museum
Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta menyajikan koleksi-koleksi sebagai berikut:
1. Koleksi
Bangunan:
a. Selokan
atau parit, dibuat mengelilingi benteng yang pada awalnya dimaksudkan sebagai
rintangan paling luar tehadap serangan musuh yang kemudian pada perkembangan
selanjutnya karena sistem kemiliteran sudah mengalami kemajuan hanya digunakan
sebagai saana drainage atau pembuangan saja.
b. Jembatan,
pada awalnya dibuat jembatan angkat (gantung), tetapi karena berkembangnya
teknologi khususnya kendaraan perang kemudian diganti dengan jembatan yang
paten.
c. Tembok
(benteng), lapisan pertahanan sesudah parit adalah tembok (benteng) yang
mengelilingi komplek benteng, berfungsi sebagai tempat pertahanan, pengintaian,
penempatan meriam-meriam kecil maupun senjata tangan.
d. Pintu
gerbang, dibangun sebagai sarana keluar masuk di komplek benteng. Pintu gerbang
tersebut berjumlah tiga buah yaitu di sebelah barat, timur dan selatan. Tetapi
khusus sebelah selatan hanya dibuat lebih kecil saja.
e. Bangunan-bangunan
di dalam benteng (di bagian tengah benteng) yang berfungsi sebagai barak
prajurit dan perwira, yang kemudian pada perkembangan selanjutnya di fungsikan
sebagai tangsi militer.
f. Monumen
Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
2. Koleksi
Realia, merupakan koleksi yang berupa benda (material) yang benar-benar nyata
bukan tiruan dan berperan langsung dalam suatu proses terjadinya peristiwa sejarah.
Antara lain berupa: peralatan rumah tangga, senjata, naskah, pakaian, peralatan
dapur dan lain-lain.
3. Koleksi
Foto, Miniatur, replika, Lukisan dan atau benda hasil visualisasi lainnya.
4. Koleksi
Adegan peristiwa sejarah dalam bentuk minirama, yaitu:
a. Ruang
Diorama I, terdiri dari 11 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah
yang terjadi sejak periode perang diponegoro sampai maa pendudukan Jepang di
Yogyakarta (1825-1942).
b. Ruang
Diorama II, terdiri dari 19 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah
sejak Proklamasi atau awal Kemerdekaan sampai dengan Agresi Militer Belanda I
(1925-1947).
c. Ruang
Dioama III, terdiri dari 18 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah
sejak adanya Perjanjian Renville sampai dengan Pengakuan Kedaulatan RIS
(1948-1974).
d. Runag
Diorama IV, terdiri dari 7 buah yang menggambarkan peristiwa sejarah periode
Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai Masa Orde Baru (1950-1974).
D. Fasilitas Umum
Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta dalam upaya penigkatan pelayanan kepada
masyarakat, meiliki fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan dalam bernagai
kegiatan seni, budaya serta ilmu pengetahuan, antara lain:
1. Halaman
Luar: Monumen Serangan Oemoem, Taman Luar, Halaman Parkir.
2. Halaman
Dalam: Anjungan, Bastion (Seleka), Taman Bagian Dalam.
3. Ruangan
di dalam bangunan benteng dapat dimanfaatkan sebagai ruang rapat, seminar,
ceramah/diskusi, lokakarya, pameran (seni, budaya dan imu pengetahuan), ruang
audio visual (untuk rombongan), mushola, kantin sertaguest house.
4. Perpustakaan,
yang berisi bermacam-macam buku dari berbagai disiplin ilmu.
5. Hotspot Area dan wisata sepeda
onthel.
E. Fasilitas Baru
1. Ruang
Pengenalan/Mini Studio
Ruang
ini berfungsi seperti mini studio dengan kapasitas kurang lebih 50 orang, yang
memutarkan film-film dokumenter dengan durasi 10-15 menit. Pengunjung museum
dapat menyaksikan film-film tersebut sambil beristirahat sebelum melanjutkan
kunjungan ke ruang-ruang diorama.
2. Media
Interaktif
Mulai
tahun 2012 ini, di diorama 1 dan 2 dilengkapi dengan sarana media interaktif
yaitu berupa media layar sentuh/touch screen. Pengunjung dapat
menggunakan media ini untuk mengetahui sejarah atau suatu peristiwa secara
lebih luas lagi.
3. Ruang
Audio Visual untuk Pemutaran Film Perjuangan
Tepatnya
di gedung F lantai 2, saat ini para pengunjung dapat menikmati sajian film-film
perjuangan koleksi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Film-film tersebut
diputar setiap hari Jumat jam 13.00 WIB dan hari Minggu jam 10.00 dan 13.00 WIB
pada minggu ke 2,3 dan 4 setiap bulan dengan jadwal film yang berbeda.
F. Peranan dan Harapan
Museum
Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai museum khusus sejarah perjuangan nasional
merupakan salah satu tujuan wisata, seni, budaya dan ilmu pengetahuan.
Peranannya sebagai museum bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan,
penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan
edukatif kultural engenai benda dan sejarah perjuangan bangsa indonesia
khususnya di wilayah Yogyakarta yang diapresiasikan ke dalam bebagai kegiatan
seperti; pameran, penelitian, seminar, ceramah, diskusi, lomba, festival dan
lain-lain. Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan seta
melestarikan nilai-nilai kejuangan, seni dan budaya bangsa Indonesia.
G. Tiket dan Jam Buka
1. Wisatawan
Mancanegara : Rp. 10.000,-
2. Wisatawan
Domestik
a. Dewasa
Peroangan : Rp. 2000,-
b. Dewasa
Rombongan : Rp. 1000,-
c. Anak-anak
Perorangan : Rp. 1000,-
d. Anak-anak
Rombongan : Rp. 500,-
3. Jam
Buka
a. Selasa-Kamis : 07.30-16.00 WIB
b. Jum’at-Minggu : 07.30-16.30 WIB
c. Senin : TUTUP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar