Senin, 21 Desember 2015

MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA



MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah Dalam Team Tour Guide Pondok Modern Darussalam Gontor Tahun 2015

Description: D:\Aulia\BEM FAI\20131205205933!Umy-logo.gif


Disusun oleh:

Aulia Rachman



Jurusan Ekonomi Dan Perbankan Islam, Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Tahun Ajaran 2015/2016
MUSEUM BENTENG VREDEBURG YOGYAKARTA
A.    Sejarah Singkat
Benteng pertama kali dibangun pada tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atas permintaan Belanda yang pada masa itu Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa dipimpin oleh Nicolaas Harting. Adapun maksud bangunan benteng dibangun dengan dalih untuk menjaga keamanan Keraton dan sekitarnya, akan tetapi di balik itu maksud Belanda yang sesungguhnya adalah memudahkan dan mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam Keraton. Benteng pertama kali dibangun keadaanya masih sangat sederhana, temboknya hanya dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren, dan bangunan di dalamnya terdiri atas bambu dan kayu dengan atap hanya ilalang, dibangun dengan bentuk bujursangkar, yang di keempat sudutnya dibuat tempat penjagaan yang disebut seleka atau bastion. Oleh Sultan keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisessa (sudut barat laut). Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna (sudut tenggara).
Kemudian pada masa selanjutnya, Gubernur Belanda yang dipimpin oleh W.H Van Ossenberg mengusulkan agar benteng dibangun lebih permanen agar lebih menjamin keamanan. Kemudian tahun 1767, pembangunan benteng mulai dilaksanakan di bawah pengawasan seorang ahli ilmu bangunan dari Belanda yang bernama Ir. Frans Haak dan pembangunan baru selesai tahun 1787, hal ini dikarenakan Sultan HB I sedang disibukkan dengan pembangunan Keraton. Setelah pembangunan benteng selesai kemudian diberi nama “Rustenburg” yang berarti benteng peristirahatan. Pada tahun 1867 di Yogyakarta terjadi gempa bumi yang dahsyat sehingga mengakibatkan rusaknya sebagian bangunan benteng. Setelah diadakan perbaikan, nama benteng dirubah menjadi “Vredeburg” (benteng perdamaian). Hal ini sebagai manifestasi hubungan antara Belanda dan Keraton yang tidak saling menyerang.
B.     Sejarah Historis Status Kepemilikan Dan Fungsi Benteng

1.      Tahun 1760-1765, pada awal pembangunannya status tanah tetap milik Kraton, tetapi penggunaannya di bawah pengawasan Nicholas Harting, Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa.
2.      Tahun 1765-1788, status tanah secara formal tetap milik Keraton, tetapi penguasaan benteng dan tanahnya dipeang oleh Belanda di bawah Gubernur W.H Ossenberg.
3.      Tahun 1788-1789, status tanah milik tetap Keraton, kemudian pada masa ini benteng digunakan secara sempurna oleh VOC.
4.      Tahun 1799-1807, status tanah secara formal tetap milik Keraton, dan penggunaan benteng secara de facto menjadi milik pemerintah Belanda di bawah Gubernuh Van De Burg.
5.      Tahun 1811-1816, secara formal tanah tetap milik Keraton, kemudian secara de facto benteng menjadi milik Belanda di bawah pengawasan Gubernur Daendels.
6.      Tahun 1816-1942, secara yuridis benteng tetap milik keraton, kemudian secara de facto dikuasai oleh Iggris di bawah Pengawasan Gubernur Jenderal Rafles.
7.      Tahun 1816-1942, status tanah tetap milik Keraton dan secara de facto dipegang oleh Jepang dan benteng kemudian dikuasai sepenuhnya oleh Jepang, yang ditandai dengan perjanjian Kaljati di Jawa Barat, Maret 1942.
8.      Tahun 1942-1945, status tanah tetap milik Keraton, tetapi secara de facto dipegang oleh Jepang sebagai markas tentara kempeitei, gudang mesiu, dan rumah tahanan bagi orang Belanda da Indo-Belanda serta kaum politisi RI yang menentang Jepang.
9.      Tahun 1945-1977, status tanah tetap milik Keraton, setelah adanya Proklamasi Kemerdekaan I tahun 1945, benteng diambil alih oleh instansi Militer RI. Tahun 1948 sempat diambil alih sementara oleh Belanda pada waktu agresi Belanda ke II dan kemudian setelah adanya Serangan Umum 1 Maret 1949, benteng di bawah pengelolaan APRI (Angkatan Perang Republik Indonesia).
10.  Tahun 1977-1992, dalam periode ini status pengelolaan Benteng diserahkan dari pihak Hankam kepada Pemerintah Daerah Yogyakarta dn tanggal 9 Agustus 1980 diadakan perjanjian tentang pemanfaatan bangunan bekas Benteng Vredeburg antara Sri Sultan HB IX dengan Mendikbud DR. Daud Jusuf. Dan hal ini dikuatkan dengan pernyataan Mendikbud Prof. Dr. Nugroho Notosusanto tanggal 5 November 1984 bahwa bekas Benteng Vredeburg akan difungsikan sebagai museum. Kemudian tahun 1985 Sri Sultan mengijinkan diadakannya perubahan bangunan sesuai dengan kebutuhannya untuk sebuah museum dan tahun 1987, museum benteng baru dibuka untuk umum. Mengenai status tanah pada periode ini tetap milik Kraton atau Kesultanan Yogyakarta.
11.  Tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkan SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992 secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta yang menempati tanah seluas 46.574 m2. Kemudian tanggal 5 September 1997 dalam rangka peningkatan fungsionalisasi museum. Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta mendpat limpahan untuk mengelola Museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT. 001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.

C.    Koleksi Museum
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta menyajikan koleksi-koleksi sebagai berikut:
1.      Koleksi Bangunan:
a.       Selokan atau parit, dibuat mengelilingi benteng yang pada awalnya dimaksudkan sebagai rintangan paling luar tehadap serangan musuh yang kemudian pada perkembangan selanjutnya karena sistem kemiliteran sudah mengalami kemajuan hanya digunakan sebagai saana drainage atau pembuangan saja.
b.      Jembatan, pada awalnya dibuat jembatan angkat (gantung), tetapi karena berkembangnya teknologi khususnya kendaraan perang kemudian diganti dengan jembatan yang paten.
c.       Tembok (benteng), lapisan pertahanan sesudah parit adalah tembok (benteng) yang mengelilingi komplek benteng, berfungsi sebagai tempat pertahanan, pengintaian, penempatan meriam-meriam kecil maupun senjata tangan.
d.      Pintu gerbang, dibangun sebagai sarana keluar masuk di komplek benteng. Pintu gerbang tersebut berjumlah tiga buah yaitu di sebelah barat, timur dan selatan. Tetapi khusus sebelah selatan hanya dibuat lebih kecil saja.
e.       Bangunan-bangunan di dalam benteng (di bagian tengah benteng) yang berfungsi sebagai barak prajurit dan perwira, yang kemudian pada perkembangan selanjutnya di fungsikan sebagai tangsi militer.
f.       Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 1949.
2.      Koleksi Realia, merupakan koleksi yang berupa benda (material) yang benar-benar nyata bukan tiruan dan berperan langsung dalam suatu proses terjadinya peristiwa sejarah. Antara lain berupa: peralatan rumah tangga, senjata, naskah, pakaian, peralatan dapur dan lain-lain.
3.      Koleksi Foto, Miniatur, replika, Lukisan dan atau benda hasil visualisasi lainnya.
4.      Koleksi Adegan peristiwa sejarah dalam bentuk minirama, yaitu:
a.       Ruang Diorama I, terdiri dari 11 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah yang terjadi sejak periode perang diponegoro sampai maa pendudukan Jepang di Yogyakarta (1825-1942).
b.      Ruang Diorama II, terdiri dari 19 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah sejak Proklamasi atau awal Kemerdekaan sampai dengan Agresi Militer Belanda I (1925-1947).
c.       Ruang Dioama III, terdiri dari 18 buah diorama yang menggambarkan peristiwa sejarah sejak adanya Perjanjian Renville sampai dengan Pengakuan Kedaulatan RIS (1948-1974).
d.      Runag Diorama IV, terdiri dari 7 buah yang menggambarkan peristiwa sejarah periode Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai Masa Orde Baru (1950-1974).

D.    Fasilitas Umum
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta dalam upaya penigkatan pelayanan kepada masyarakat, meiliki fasilitas umum yang dapat dimanfaatkan dalam bernagai kegiatan seni, budaya serta ilmu pengetahuan, antara lain:
1.      Halaman Luar: Monumen Serangan Oemoem, Taman Luar, Halaman Parkir.
2.      Halaman Dalam: Anjungan, Bastion (Seleka), Taman Bagian Dalam.
3.      Ruangan di dalam bangunan benteng dapat dimanfaatkan sebagai ruang rapat, seminar, ceramah/diskusi, lokakarya, pameran (seni, budaya dan imu pengetahuan), ruang audio visual (untuk rombongan), mushola, kantin sertaguest house.
4.      Perpustakaan, yang berisi bermacam-macam buku dari berbagai disiplin ilmu.
5.      Hotspot Area dan wisata sepeda onthel.

E.     Fasilitas Baru
1.      Ruang Pengenalan/Mini Studio
Ruang ini berfungsi seperti mini studio dengan kapasitas kurang lebih 50 orang, yang memutarkan film-film dokumenter dengan durasi 10-15 menit. Pengunjung museum dapat menyaksikan film-film tersebut sambil beristirahat sebelum melanjutkan kunjungan ke ruang-ruang diorama.
2.      Media Interaktif
Mulai tahun 2012 ini, di diorama 1 dan 2 dilengkapi dengan sarana media interaktif yaitu berupa media layar sentuh/touch screen. Pengunjung dapat menggunakan media ini untuk mengetahui sejarah atau suatu peristiwa secara lebih luas lagi.
3.      Ruang Audio Visual untuk Pemutaran Film Perjuangan
Tepatnya di gedung F lantai 2, saat ini para pengunjung dapat menikmati sajian film-film perjuangan koleksi Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Film-film tersebut diputar setiap hari Jumat jam 13.00 WIB dan hari Minggu jam 10.00 dan 13.00 WIB pada minggu ke 2,3 dan 4 setiap bulan dengan jadwal film yang berbeda.
F.     Peranan dan Harapan
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta sebagai museum khusus sejarah perjuangan nasional merupakan salah satu tujuan wisata, seni, budaya dan ilmu pengetahuan. Peranannya sebagai museum bertugas melaksanakan pengumpulan, perawatan, penelitian, penyajian, penerbitan hasil penelitian dan memberikan bimbingan edukatif kultural engenai benda dan sejarah perjuangan bangsa indonesia khususnya di wilayah Yogyakarta yang diapresiasikan ke dalam bebagai kegiatan seperti; pameran, penelitian, seminar, ceramah, diskusi, lomba, festival dan lain-lain. Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan seta melestarikan nilai-nilai kejuangan, seni dan budaya bangsa Indonesia.
G.    Tiket dan Jam Buka

1.      Wisatawan Mancanegara              : Rp. 10.000,-
2.      Wisatawan Domestik
a.       Dewasa Peroangan                  : Rp. 2000,-
b.      Dewasa Rombongan               : Rp. 1000,-
c.       Anak-anak Perorangan            : Rp. 1000,-
d.      Anak-anak Rombongan          : Rp. 500,-
3.      Jam Buka
a.       Selasa-Kamis                           : 07.30-16.00 WIB
b.      Jum’at-Minggu                        : 07.30-16.30 WIB
c.       Senin                                       : TUTUP

Tidak ada komentar:

Posting Komentar